Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Google, menurut Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha, Google harus bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya. Informasi yang disebarkan Google itu menyesatkan dan bahkan hoax.
Sebelumnya, kurs pada hari ini, Sabtu (1/2/2025), mencapai Rp 16.312 per dolar AS, tetapi di Google hanya Rp 8.000-an per dolar AS.
“Dalam konteks ini, Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif,” kata Pratama.
Dikatakan, meskipun Google bukan penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan.
“Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, tetapi tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat,” katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, kesalahan dalam menampilkan kurs yang berlangsung dalam waktu lama dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang menyesatkan, atau bahkan hoax.
Menurutnya, dalam era digital saat ini, penyebaran berita palsu atau informasi yang salah dapat menimbulkan ketidakstabilan di berbagai sektor.
“Jika Google sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak memiliki mekanisme yang cepat dalam memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap akurasi data yang disediakan oleh Google akan makin dipertanyakan,” katanya.
atas informasi yang disebarkannya. Informasi yang disebarkan Google itu menyesatkan dan bahkan hoax.
Sebelumnya, kurs pada hari ini, Sabtu (1/2/2025), mencapai Rp 16.312 per dolar AS, tetapi di Google hanya Rp 8.000-an per dolar AS.
“Dalam konteks ini, Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif,” kata Pratama.
Dikatakan, meskipun Google bukan penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan.
“Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, tetapi tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat,” katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, kesalahan dalam menampilkan kurs yang berlangsung dalam waktu lama dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang menyesatkan, atau bahkan hoax.
Menurutnya, dalam era digital saat ini, penyebaran berita palsu atau informasi yang salah dapat menimbulkan ketidakstabilan di berbagai sektor.
“Jika Google sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak memiliki mekanisme yang cepat dalam memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap akurasi data yang disediakan oleh Google akan makin dipertanyakan,” katanya.