Serangan jantung kembali menjadi topik perbincangan setelah media sosial menghidupkan teknik aneh dari akhir 1970-an yang disebut cough CPR atau metode batuk berirama. Sebuah unggahan mengklaim metode ini bisa membantu seseorang yang sendirian bertahan hidup saat serangan jantung dengan batuk berirama untuk menjaga jantung tetap berdetak.
Klaim ini terdengar dramatis dan menarik perhatian, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Asal-usul cough CPR sebenarnya berasal dari praktik medis di lingkungan terkendali, seperti selama prosedur operasi jantung di rumah sakit. Dokter kadang menyuruh pasien batuk kuat untuk sementara menjaga aliran darah dan kesadaran saat mengalami aritmia atau detak jantung tidak normal.
“Namun, teknik ini tidak ditujukan untuk digunakan di luar rumah sakit. Sayangnya, viralitas media sosial membuatnya sering digambarkan sebagai ‘penyelamat universal’ dengan ribuan unggahan yang mudah dibagikan,” kritik The Conversation, Selasa (7/10/2025).Penting dipahami bahwa serangan jantung berbeda dengan henti jantung. Serangan jantung terjadi saat aliran darah ke jantung tersumbat oleh kolesterol atau gumpalan darah, sedangkan henti jantung terjadi ketika sistem listrik jantung gagal sehingga jantung berhenti berdetak efektif.
Cough CPR, jika berhasil, hanya berlaku untuk jenis aritmia tertentu dan tidak efektif untuk serangan jantung atau henti jantung lengkap. Para ahli kardiologi dan kedokteran darurat menegaskan bahwa cough CPR bukan respons yang tepat dalam sebagian besar situasi darurat.
Organisasi seperti American Heart Association, British Heart Foundation, dan Resuscitation Council UK tidak merekomendasikan penggunaannya di luar rumah sakit. Mereka memperingatkan bahwa mengandalkan metode ini justru bisa menunda tindakan medis yang terbukti efektif, seperti memanggil layanan darurat atau melakukan CPR konvensional.
Lalu, mengapa cough CPR bisa viral sekarang? Sebagian alasannya karena sifat konten viral di mana media sosial lebih memprioritaskan postingan yang mengejutkan atau emosional daripada kebenaran yang kompleks. Ide bahwa seseorang bisa “menyelamatkan diri sendiri” dengan trik sederhana tentu lebih cepat tersebar dibanding pesan realistis tapi kurang dramatis.
Meski cough CPR punya dasar di situasi medis terkontrol, tidak ada penelitian kuat yang membuktikan efektivitas atau keamanannya bagi masyarakat umum. Pedoman klinis menekankan pentingnya mengenali gejala serangan jantung, segera memanggil pertolongan, dan melakukan CPR tradisional jika diperlukan. Alat seperti AED (Automated External Defibrillator) terbukti jauh lebih efektif menghidupkan jantung selama henti jantung dibanding batuk berulang.
Media sosial memang bisa menyebarkan informasi dengan cepat, tetapi juga menuntut kritisisme dari penggunanya. Sebelum membagikan atau menindaklanjuti saran medis, pastikan sumber dan konteksnya jelas. Ide cough CPR mungkin terlihat menarik, tetapi mengandalkan metode ilmiah terbukti adalah cara terbaik untuk menangani serangan jantung.