Temuan HGB di Laut Lampung, Pengawasan BPN Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Lampung Disorot

Temuan HGB di Laut Lampung, Pengawasan BPN Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Lampung Disorot

Sabtu, 25 Januari 2025

DRadioQu.com, LAMPUNG – Temuan Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut Teluk Pesawaran, Teluk Bandar Lampung, dan Teluk Semangka, Tanggamus, memunculkan kritik terhadap pengelolaan pertanahan di Lampung.


Saprudin Tanjung, Ketua Aliansi Masyarakat Pesawaran, dan Madin Asyaif, aktivis agraria di Lampung, menilai pengawasan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Provinsi Lampung lemah, sehingga masalah seperti ini terus berulang.


“Keberadaan HGB di laut ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari BPN Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Lampung. Bagaimana mungkin sertifikat dikeluarkan untuk wilayah yang jelas-jelas merupakan laut? Ini harus segera diusut tuntas,” kata Saprudin Tanjung, Jumat (24/1/2025).


Saprudin juga menambahkan bahwa persoalan ini berpotensi merugikan masyarakat pesisir yang bergantung pada akses terhadap sumber daya laut. Ia meminta agar Menteri ATR/BPN dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera menyelidiki adanya dugaan penyimpangan dalam penerbitan sertifikat tersebut.


“Kami mendesak pemerintah untuk membatalkan semua HGB yang ditemukan di wilayah laut dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja BPN, terutama di Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Provinsi Lampung,” tegasnya.


Senada dengan itu, Madin Asyaif mengungkapkan bahwa persoalan ini seharusnya tidak hanya dilihat sebagai masalah pertanahan semata, melainkan juga terkait dengan berbagai persoalan agraria lainnya di Lampung, termasuk masalah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 1 Regional 7 Unit Usaha Way Berulu.


“Kasus HGU PTPN 1 Regional 7 Way Berulu menjadi bukti bahwa transparansi di BPN Pesawaran dan Kanwil ATR/BPN Lampung sangat buruk. Hingga saat ini, mereka belum mampu menunjukkan peta persil yang seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari SHGU. Ini mengindikasikan adanya dugaan penyimpangan,” ujar Madin.


Madin juga mengkritik Kepala BPN Pesawaran, Sri Rejeki, yang dinilainya tidak konsisten dalam menangani persoalan agraria. Menurutnya, tindakan tegas perlu diambil untuk membenahi tata kelola pertanahan di tingkat Kabupaten maupun Provinsi.


“Kinerja Sri Rejeki dan Kanwil ATR/BPN Lampung perlu dievaluasi dan dipertanyakan. Ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap institusi negara dalam mengelola pertanahan,” katanya.


Masalah ini tidak hanya terkait keabsahan sertifikat, tetapi juga dengan masa depan tata kelola agraria dan ruang laut di Indonesia. Masyarakat berharap praktik-praktik ilegal dalam penerbitan sertifikat tidak terus berlangsung dan merugikan masyarakat.


“Masyarakat perlu tahu siapa saja yang bertanggung jawab atas masalah ini. APH harus turun tangan untuk membongkar jaringan mafia tanah yang terlibat dalam penerbitan sertifikat ilegal dan persoalan agraria seperti HGU PTPN,” tegas Madin.


Saprudin dan Madin mendesak Menteri ATR/BPN untuk segera mengevaluasi kinerja pejabat terkait dan melakukan reformasi menyeluruh di tubuh BPN, agar praktik mafia tanah di tubuh ATR/BPN dapat terungkap. Mereka juga meminta agar seluruh dokumen terkait HGB di laut Lampung segera diperiksa dan diumumkan kepada publik.


Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Hak Guna Bangunan (HGB) di atas area laut adalah ilegal. Temuan serupa juga telah ditemukan di Tangerang dan Surabaya.


Masyarakat berharap pemerintah tidak hanya berbicara, tetapi juga mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan banyaknya sorotan, diharapkan kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola pertanahan di Lampung. (Tim)