DRadioQu.com, BEKASI – Jiovanno Nahampun, anggota DPRD Kabupaten Bekasi, kini tengah menghadapi masalah hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2024. Tersangka ini diduga terlibat dalam ancaman kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 jo Pasal 45B UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU No. 11 Tahun 2008.
Namun, yang menarik adalah meski sudah berstatus tersangka, hingga kini Jiovanno belum juga ditahan oleh Satreskrim Polres Kabupaten Bekasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah statusnya sebagai anggota DPRD membuat aparat kepolisian ragu untuk menindaklanjuti kasus ini dengan penahanan?
Penting untuk ditekankan bahwa prinsip equality before the law atau persamaan di hadapan hukum seharusnya menjadi landasan dalam setiap penegakan hukum. Semua warga negara, tanpa terkecuali, seharusnya diperlakukan sama di mata hukum, termasuk Jiovanno yang kini berstatus tersangka.
Ketua IWO-Indonesia DPD Kabupaten Bekasi, Ade Hamzah, turut memberikan tanggapan terkait lambatnya proses hukum ini. Menurutnya, belum adanya penahanan terhadap tersangka sangat mengundang pertanyaan.
"Sampai saat ini yang kami ketahui tersangka belum ditahan," ujar Ade Hamzah.
Ade menambahkan bahwa setelah pemberitaan mengenai penetapan status tersangka Jiovanno disebarkan, malah yang bersangkutan melalui kuasa hukumnya melayangkan somasi kepada beberapa media, termasuk lensafakta.com. Salah satu poin dalam somasi tersebut adalah permintaan hak koreksi dan hak jawab.
Namun, penting dicatat bahwa hak koreksi dan hak jawab diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 11 untuk informasi yang masih ambigu atau membutuhkan konfirmasi. Padahal, dalam kasus ini, Jiovanno sudah ditetapkan sebagai tersangka melalui keputusan resmi Polres Kabupaten Bekasi.
Ironis memang, seorang anggota DPRD yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat justru terlibat dalam kasus pengancaman melalui media elektronik (ITE). Apakah ini mencerminkan sikap seorang wakil rakyat yang seharusnya melayani dan melindungi kepentingan masyarakat? Atau justru statusnya sebagai anggota dewan telah mengubah sikapnya menjadi arogan, bahkan mengintimidasi media dan masyarakat?
Kasus ini tentunya membuka ruang untuk refleksi lebih dalam mengenai integritas dan tanggung jawab seorang pejabat publik, khususnya dalam menjalankan fungsi mereka sebagai wakil rakyat.
Rendy Rahmantha Yusri, A.Md., CLDSI