DRadioQu.com, PESAWARAN — Aliansi Masyarakat Pesawaran (AMP) menyoroti pemutusan sepihak kepesertaan BPJS Kesehatan milik ribuan warga miskin di Kabupaten Pesawaran. Ketua AMP, Saprudin Tanjung, mengatakan pihaknya menerima banyak aduan dari masyarakat, terutama di Kecamatan Gedong Tataan, yang mendapati kartu BPJS mereka tidak aktif saat hendak berobat.
“Kami turun langsung ke rumah-rumah warga dan mendapati fakta bahwa BPJS mereka mendadak mati. Padahal, mereka tergolong masyarakat kurang mampu yang seharusnya menjadi prioritas penerima bantuan,” ujar Saprudin, Minggu (20/07/2025).
Salah satu warga terdampak, Ema (58), mengaku kecewa saat ditolak berobat karena kartu BPJS-nya nonaktif. “Saya minta tolong BPJS saya dihidupkan lagi. Saya ibu rumah tangga, sudah tidak punya suami, anak tinggal satu. Saya sangat butuh bantuan,” keluhnya.
Senada disampaikan Rohani (62), lansia asal desa yang sama. “Saya sudah tua, hidup sendiri. BPJS saya mati, saya minta tolong aktifkan lagi,” ujarnya singkat.
Menurut data AMP, terdapat sekitar 22.500 warga Pesawaran yang kepesertaannya dinonaktifkan sejak 25 Mei 2025. Pemutusan ini, menurut AMP, dilakukan tanpa pemberitahuan dan menyasar kelompok masyarakat yang masih layak menerima bantuan pemerintah.
“Ini bukan sekadar angka, tapi soal hak dan keselamatan warga. Ada yang batal operasi karena BPJS-nya mati, seperti Pak Ashari di Sukaraja. Ini sangat mengkhawatirkan,” tegas Saprudin.
Saat dikonfirmasi, Dinas Sosial Pesawaran menyatakan kartu BPJS yang nonaktif masih bisa diaktifkan kembali. Namun, AMP mempertanyakan mengapa pemutusan dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu.
“Yang lebih parah, pemutusan BPJS juga berdampak ke program lain seperti BPNT dan PKH. Banyak warga mendadak kehilangan semua akses bantuan. Ini sangat kacau,” lanjutnya.
AMP berencana mengirimkan surat resmi ke Kantor BPJS Kesehatan Pesawaran pada Senin (21/07) guna meminta audiensi dan klarifikasi. Mereka menilai, sekitar 40 persen dari peserta yang dinonaktifkan sebenarnya masih memenuhi syarat sebagai penerima bantuan iuran (PBI).
“Jika pun ada warga yang sudah tak layak menerima bantuan, seharusnya diberi pemberitahuan resmi. Jangan biarkan mereka tahu ketika sudah jatuh sakit. Ini bukan sekadar administrasi—ini soal nyawa,” tutup Saprudin. (Brm/Tim)