Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (BI-OJK). Terbaru, KPK memeriksa delapan saksi di kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota pada Selasa (28/10/2025) untuk menelusuri aset tersangka kasus tersebut, Satori (ST).
"Penyidik meminta keterangan kepada para saksi terkait kepemilikan aset Tersangka ST.Hal ini sebagai langkah penyidik dalam rangka mengoptimalkan pemulihan keuangan negara atau asset recovery dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU ini," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Dari delapan saksi yang diperiksa tersebut, lima di antaranya adalah perangkat desa di Kecamatan Palimanan, yakni Sarifudin selaku petugas protokol PPATS Palimanan, Suhandi selaku pemerintah Desa Panongan,Sandi Natakusuma selaku pemerintah Desa Panongan, Deni Harman selaku pemerintah Desa Pegagan, dan Suhanto selaku pemerintah Desa Pegagan.
Sementara tiga saksi lain adalah pihak swasta atas nama Mohamad Mu'min, Abdul Mukti dan Kiki Azkiyatul.
KPK diketahui telah resmi menetapkan Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Satori dan Heri diduga menggunakan dana CSR itu tak sesuai dengan peruntukannya.
Kedua mendapatkan duit gratifikasi dari dana CSR BI-OJK sebesar Rp 28,38 miliar dengan perincian Heri Gunawan mendapatkan Rp 15,8 miliar dan Satori mendapatkan Rp 12,52 miliar. Heri Gunawan menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.
Sementara Satori memanfaatkan uang tersebut untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.