Pasar obligasi dalam negeri diprediksi menghadapi tekanan pada pekan depan seiring meningkatnya ketidakpastian global. Pergerakan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) akan terpengaruh sentimen luar dan dalam negeri.
Sentimen utama berasal dari kebijakan fiskal Amerika Serikat (AS) serta kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump yang dinilai agresif. Selain itu, pasar juga menantikan hasil rapat Bank Indonesia (BI).
Analis Pendapatan Tetap PT Pemeringkat Efek Indonesia Ahmad Nasrudin memperkirakan, yield SUN pekan depan cenderung mengalami tekanan naik dibandingkan pekan sebelumnya.
"Jika BI masih mempertahankan suku bunga, maka sentimen eksternal akan lebih dominan. Saya melihat kecenderungan lebih negatif terkait dengan dinamika global," ujarnya, Minggu (16/2/2025).
Ahmad mencermati beberapa faktor eksternal yang dapat memengaruhi pasar obligasi domestik, terutama dari AS. Pekan depan, investor akan mencermati risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) serta pidato pejabat kunci The Federal Reserve (The Fed).
Kenaikan inflasi AS pada Januari 2025 menjadi 3% dari sebelumnya 2,9% diperkirakan mendorong sikap lebih hawkish dari The Fed, yang berpotensi memberikan tekanan pada yield SUN.
Selain itu, pasar juga akan memantau beberapa data ekonomi lainnya, seperti Initial Jobless Claims dan S&P Global Manufacturing PMI (Februari 2025).
Kemudian, dari kawasan Asia, rilis data pertumbuhan ekonomi Jepang serta inflasi Inggris, yang diproyeksikan naik menjadi 2,8% yoy dari 2,5% pada bulan sebelumnya juga menjadi perhatian.
Di sisi lain, kebijakan luar negeri Trump yang agresif diperkirakan semakin mendorong arus modal keluar dari negara berkembang menuju aset-aset safe haven di AS.
"Trump kembali mengeluarkan kebijakan tarif impor baja dan aluminium serta memerintahkan kajian pengenaan tarif impor resiprokal. Ini bisa meningkatkan permintaan terhadap aset di AS dan menekan pasar surat utang domestik," jelas Ahmad.
Perkiraan Yield SUN 10 Tahun
Untuk imbal hasil SUN tenor 10 tahun, Ahmad memperkirakan akan bergerak dalam rentang 6,6% hingga 6,9%, dengan kecenderungan meningkat dibandingkan level akhir pekan ini, 14 Februari 2025.
"Sentimen eksternal dan keputusan rapat BI menjadi faktor utama dalam pergerakan yield," tambahnya.
Pada akhir pekan lalu, yield SUN 10 tahun tercatat turun menjadi 6,77% dari 6,874% di pekan sebelumnya. Penurunan ini dipicu oleh turunnya yield US Treasury dari 4,494% menjadi 4,476%, meskipun investor asing mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp2,51 triliun dalam periode 10-13 Februari 2025.
Dengan dinamika global yang masih penuh ketidakpastian, pelaku pasar diharapkan tetap mencermati perkembangan kebijakan dari The Fed, pemerintah AS, serta hasil rapat BI yang akan menjadi katalis utama pergerakan yield SUN pada pekan depan.