Jurnalis Tak Wajib Minta Maaf: Kakon Lampung Barat Tak Pahami Aturan Pers

Jurnalis Tak Wajib Minta Maaf: Kakon Lampung Barat Tak Pahami Aturan Pers

Jumat, 06 Juni 2025


DRadioQu.com, LAMPUNG BARAT – Tiga jurnalis media lokal, Yuheri, Reki, dan Roni, yang menjalankan tugas jurnalistik di Pekon Sukananti, Kabupaten Lampung Barat, tidak memiliki kewajiban hukum ataupun etis untuk meminta maaf kepada Kepala Pekon (Kakon). Aktivitas mereka masih berada dalam koridor kerja jurnalistik yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Peristiwa pada Kamis (5/6/2025), ketika ketiga jurnalis menghadiri undangan pertemuan dari PJ Kakon Arnan, semestinya dipandang sebagai bagian dari komunikasi profesional antara pejabat publik dan insan pers. Namun, ketidakhadiran pihak pekon sesuai waktu yang telah dijanjikan, bukanlah kesalahan wartawan, melainkan kelalaian pihak penyelenggara.


Tuduhan pelanggaran etika karena wartawan kemudian mendatangi kediaman pribadi PJ Kakon justru menunjukkan itikad baik jurnalis dalam menjaga komunikasi dan menyelesaikan agenda yang sebelumnya disepakati. Langkah tersebut bukan pelanggaran, melainkan bagian dari dinamika kerja jurnalistik yang wajar, selama dilakukan secara santun dan tidak melanggar hukum.


Perlu ditegaskan, tidak ada ketentuan dalam UU Pers maupun UU ITE yang mewajibkan jurnalis meminta maaf kepada narasumber hanya karena peliputan belum mencapai hasil atau karena narasumber merasa tersinggung secara pribadi. Upaya pihak luar—yang bukan penegak hukum—memaksa pembuatan video permintaan maaf adalah tindakan yang tak memiliki dasar hukum dan bisa dikategorikan sebagai intimidasi terhadap kerja pers.


“Seorang Kakon tidak berwenang memaksa jurnalis untuk meminta maaf. Apalagi jika dilakukan di luar mekanisme resmi seperti hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers,” ujar salah satu jurnalis yang hadir dalam peristiwa tersebut.


Praktik intimidatif semacam ini mencerminkan ketidakpahaman terhadap peran pers dalam masyarakat demokratis. Jurnalis bukan musuh, melainkan mitra dalam membangun transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi publik. (*)